1. PERTAMBAHAN PENDUDUK à (241 juta penduduk Indonesia, 2010)
2. KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PENURUNAN KUALITAS LAHAN
3. ALIH FUNGSI LAHAN à konflik kepentingan nonpertanian
4. PERUBAHAN POLA KONSUMSI
5. PEMANASAN GLOBAL & PERUBAHAN IKLIM
6. KEBIJAKAN LEMBAGA KEUANGAN INTERNASIONAL & NEGARA MAJU à subsidi
7. KONVERSI PANGAN
POTENSI
1. Iklim tropis
2. Jalur cincin api à tanah
3. Archipelago
4. 44 % penduduk indonesia bermatapencaharian sebagai petani
URGENSI PANGAN
Pilar ketahanan nasional à (pangan, militer, energi)
Food is a primary need and urgent need
KASUS KRISIS PANGAN DI HAITI
Negara Haiti adalah salah satu penghasil beras. Kemampuan produksinya
170.000 ton b eras/tahun (mencukupi 95 % kebutuhan domestik).
Krisis ekonomi terjadi pada tahun 1995, yang memaksa Haiti menerima bantuan & SAP dari IMF.
Salah satu kebijakan IMF adalah memangkas tarif impor beras dari 35 % menjadi 3 %.
Dampaknya beras dari Amerika leluasa masuk ke pasar domestik dan
menghancurkan sektor pertanian. Ribuan petani kehilangan mata
pencaharian.
KEBIJAKAN NEGARA MAJU
Tahun 2003, subsidi yang diberikan pemerintah AS kepada petaninya
sebesar US$ 1,7 Milyar pertahun atau rata-rata US$ 232/hektar.
•Subsidi Jepang 49 Milyar pertahun, subsidi UE 151 Milyar pertahun
•Pada 30 negara terkaya, subsidi pertanian menyumbang 30 % pendapatan
petani dengan total nilai subsidi mencapai US$ 280 Milyar.
•Kebijakan bantuan pangan untuk melayani kepentingan raksasa
agrobisnis & perusahaan perkapalan (bantuan pangan diproduksi,
diproses, dan dikapalkan oleh perusahaan AS).
PERTANIAN INDONESIA SAAT DIDIKTE IMF & WORLD BANK
•Selama 20 tahun terakhir, pemerintah RI telah mengadopsi kebijakan
pangan ala neo-liberal yang sangat pro pasar bebas (free-market).
Kebijakan tersebut berada di bawah arahan dan dikte dua lembaga keuangan
internasional yaitu IMF dan Bank Dunia.
•Beberapa bentuk kebijakan yang telah diambil antara lain:
penghapusan dan atau pengurangan subsidi, penurunan tarif impor komoditi
pangan yang merupakan bahan pokok (beras, terigu, gula, dll.), dan
pengurangan peran pemerintah dalam perdagangan bahan pangan (contohnya
merubah BULOG dari lembaga pemerintah non-departemen menjadi perusahaan
umum yang dimiliki pemerintah).
•Naiknya harga berbagai bahan pangan dalam kenyataannya relatif tidak
membawa keuntungan bagi petani. Nilai tambah dari kondisi membaiknya
harga bahan pangan ternyata dinikmati oleh kaum pedagang. Penelitian
Analisis Rantai Pemasaran Beras Organik dan Konvensional: Studi Kasus di
Boyolali Jawa Tengah (Surono-HIVOS, 2003) menunjukkan bahwa pihak yang
paling banyak mengambil keuntungan dalam rantai perdagangan beras adalah
pengusaha penggilingan (huller), pedagang besar dan pedagang pengecer.
Yang lebih memprihatinkan, sejak program Raskin diluncurkan pemerintah,
petani adalah pihak yang paling banyak menjadi penerima tetap beras
Raskin. I
•
•
PERKIRAAN KRISIS PANGAN (NDONESIA MENGALAMI KRISIS PANGAN PADA TAHUN 2017 ?)
•Kelangkaan kedelai pada awal 2008, impor beras dan gula serta
komoditi pangan lainnya, melonjaknya harga daging yang diikuti lenyapnya
daging sapi pada medio Februari 2008 merupakan pertanda bahwa Indonesia
belum berdaulat di bidang pangan.
•KOMODITAS PANGAN YANG
MASIH DIIMPOR
•FAKTOR PERANGSANG KEBIJAKAN IMPORT PANGAN
•Kebutuhan dalam negeri yang amat besar
•Harga di pasar international yang rendah
•Produksi dalam negeri yang tidak mencukupi,
•Adanya bantuan kredit impor dari negara Eksportir
•Anekdot : “Pangan surplus Indonesia hendak dieksport ke Malaysia,
Singapura.. Saat hendak berlabuh di dermaga, ada orang Jakarta menelpon
kapal tsb agar kembali lagi ke Indonesia.”
•
•KONDISI SAAT INI DI INDONESIA
•Kemampuan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan kita sendiri, relatif telah dan sedang menurun dengan sangat besar.
•Pada waktu ini Indonesia berada dalam keadaan "Rawan Pangan" bukan
karena tidak adanya pangan, tetapi karena pangan untuk rakyat Indonesia
sudah tergantung dari Supply Luar Negeri, dan ketergantungannya semakin
besar.
•Pasar pangan amat besar yang kita miliki diincar oleh produsen
pangan luar negri yang tidak menginginkan Indonesia memiliki kemandirian
di bidang pangan.
•DATA KONVERSI LAHAN PERTANIAN PRODUKTIF
•LAHAN PERTANIAN YANG TERSEDIA SEKITAR 7,7 JUTA HEKTAR. (KEBUTUHAN 11-15 JUTA HEKTAR) à 4,1 juta Ha di Jawa
•KECEPATAN KONVERSI LAHAN PERTANIAN 100-110 RIBU HEKTAR / TAHUN.
•PRODUKTIVITAS 4,6 TON/HA
•POTENSI KEHILANGAN PRODUKSI PADI 506.000 TON / TAHUN
•
•Sekitar 60% penduduk Indonesia tinggal di pedesaan.
•70% dari total penduduk di pedesaan yang berjumlah 21.141. 273 rumah
tangga hidup dari pertanian. Sebagian besar adalah petani pangan berupa
padi dan holtikultura. Sebagian lain di perkebunan, peternakan, hasil
hutan dan perikanan.
•Setengah dari petani itu, 50% adalah petani yang memiliki lahan yang
sempit, kurang dari 0,5 ha bahkan tuna kisma, sehingga sebagian besar
bekerja sebagai buruh tani dan buruh perkebunan.
•PEMBANGUNAN PERTANIAN DALAM RPJMN 2005-2009
PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN
•
Program ini bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan
keberlanjutan ketahanan pangan sampai ke tingkat rumah tangga sebagai
bagian dari ketahanan nasional. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam
program ini meliputi :
•
1. Pengamanan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, antara
lain melalui pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu
intensifikasi, serta optimalisasi dan perluasan areal pertanian;
2. Peningkatan distribusi pangan, melalui penguatan kapasitas
kelembagaan pangan dan peningkatan infrastruktur perdesaan yang
mendukung sistem distribusi pangan, untuk menjamin keterjangkauan
masyarakat atas pangan;
3. Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil, melalui optimalisasi
pemanfaatan alat dan mesin pertanian untuk pasca panen dan pengolahan
hasil, serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi pertanian untuk
menurunkan kehilangan hasil (looses);
4. Diversifikasi pangan, melalui peningkatan ketersediaan pangan
hewani, buah dan sayuran, perekayasaan sosial terhadap pola konsumsi
masyarakat menuju pola pangan dengan mutu yang semakin meningkat, dan
peningkatan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif/pangan lokal;
dan
5. Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, melalui peningkatan
bantuan pangan kepada keluarga miskin/rawan pangan, peningkatan
pengawasan mutu dan kemanan pangan, dan pengembangan sistem antisipasi
dini terhadap kerawanan pangan.
• PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBINIS
•
Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha
agribisnis yang mencakup usaha di bidang agribisnis hulu, on farm, hilir
dan usaha jasa pendukungnya. Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam
program ini meliputi:
1. Pengembangan diversifikasi usahatani, melalui pengembangan
usahatani dengan komoditas bernilai tinggi dan pengembangan kegiatan
off-farm untuk meningkatkan pendapatan dan nilai tambah;
2. Peningkatan nilai tambah produk pertanian dan perikanan melalui
peningkatan penanganan pasca panen, mutu, pengolahan hasil dan pemasaran
dan pengembangan agroindustri di perdesaan;
3. Pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur pertanian dan
perdesaan, melalui perbaikan jaringan irigasi dan jalan usahatani, serta
infrastruktur perdesaan lainnya;
4. Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif, terutama permodalan;
5. Pengurangan hambatan perdagangan antar wilayah dan perlindungan dari sistem perdagangan dunia yang tidak adil;
6. Peningkatan iptek pertanian dan pengembangan riset pertanian
melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat dan spesifik lokasi
yang ramah lingkungan; dan
7. Pengembangan lembaga keuangan perdesaan dan sistem pendanaan yang
layak bagi usaha pertanian, antara lain melalui pengembangan dan
penguatan lembaga keuangan mikro/perdesaan, insentif permodalan dan
pengembangan pola-pola pembiayaan yang layak dan sesuai bagi usaha
pertanian.
•
• PROGRAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI
•
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing
masyarakat pertanian, terutama petani yang tidak dapat menjangkau akses
terhadap sumberdaya usaha pertanian. Kegiatan pokok yang akan dilakukan
dalam program ini adalah:
1. Revitalisasi sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan
yang secara intensif perlu dikoordinasikan dengan pemerintah daerah baik
propinsi maupun kabupaten;
2. Penumbuhan dan penguatan lembaga pertanian dan perdesaan untuk meningkatkan posisi tawar petani dan nelayan;
3. Penyederhanaan mekanisme dukungan kepada petani dan pengurangan hambatan usaha pertanian;
4. Pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia pertanian (a.l. petani, nelayan, penyuluh dan aparat pembina);
5. Perlindungan terhadap petani dari persaingan usaha yang tidak sehat dan perdagangan yang tidak adil; dan
6. Pengembangan upaya pengentasan kemiskinan.
•
•3 TAHUN IMPLEMENTASI RPJMN
DALAM BIDANG PERTANIAN
•Di Indonesia, profesi petani merupakan sektor berpenghasilan
terendah, berkisar 438.149/bulan dibandingkan upah buruh bangunan
sebesar 734.070/bulan . Petani mengalami penyudutan berupa kondisi
ekonomi yang tidak menguntungkan diperlihatkan dengan fakta bahwa jumlah
petani gurem meningkat nyata. Dalam 10 tahun (1993-2003), petani gurem
meningkat dari 10,8 juta menjadi 13,7 juta orang dan jumlah lahan
pertanian berkurang sebanyak 808.756 ha dalam 6 tahun (1998-2004) .
•
•Pertanian sebagai lahan pendapatan yang tidak menjanjikan
menyebabkan perubahan komposisi umur dan jumlah petani. Saat ini,
pertanian didominasi oleh kelompok umur lanjut (>45 tahun), sedangkan
untuk kelompok umur sedang dan muda menurun nyata. Secara mencolok,
penurunan terjadi pada kelompok umur 24-45 tahun mencapai 1,3 juta orang
antara 2003-2004 tahun . Seiring berjalannya waktu, kelompok petani
usia dewasa harusnya digantikan oleh kelompok usia muda. Tetapi,
faktanya menunjukkan penurunan terjadi di kelompok usia muda, lalu siapa
yang akan meneruskan pertanian?
•
•Situasi ekonomi semakin memburuk dan memojokkan mereka sehingga
terdorong melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pertanian
berkelanjutan. Salah satu gambarannya adalah dengan memaksa
produktivitas tinggi dengan pupuk kimia dan pestisida yang kemudian
menyebabkan terjadinya degradasi kualitas lahan lalu kemudian semakin
terdorong untuk menjual lahannya. Perbandingan nilai tukar lahan antara
sebagai pertanian dan sektor lain sungguh tidak seimbang, sehingga tidak
ada penahan untuk setia pada pertanian.
•
•Situasi semacam ini secara akumulatif akan mengkronis mempercepat
pelebaran selisih kebutuhan dan ketersediaan pangan, dan impor sebagai
bentuk penanganannya menjadi pengunci struktur kemiskinan petani dan
penghilangan kemampuan berdaulat.
•
•Negara berusaha mempertahankan ketersediaan pangan, misalnya,
baru-baru ini Presiden SBY menetapkan angka kenaikan produksi beras
nasional sebesar 2 juta ton. Salah satu solusinya adalah peningkatan
produktivitas melalui penggunaan bibit unggul dengan mengimpor benih
dari Cina sebanyak 2 juta ton karena teriming-iming produktivitas benih
Cina yang mencapai 66 ton/ha. Tetapi, hasIl di lapangan membuktikan
bahwa benih tersebut tidak cocok ditanam di Indonesia.
•Diterbitkannya Perpres No. 36 Tahun 2005 Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, UU PMA, UU Pertambangan,
UU Pembebasan Lahan ini berkaitan dengan tujuan untuk memudahkan
investasi asing, dan semakin mempersempit ruang gerak pertanian dalam
negeri. à
•
•Perbedaan penguasaan dan kepemilikan atas tanah-tanah pertanian tiap
tahunnya semakin tampak. Konsentrasi kepemilikan lahan pun semakin
tajam. Hasil Sensus Pertanian 2003 menyebutkan, jumlah rumah tangga
petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar—milik
sendiri maupun menyewa—meningkat 2.6 persen per tahun dari 10.8 juta
rumah tangga (1993) menjadi 13.7 juta rumah tangga (2003). Untuk jumlah
petani gurem saja, pada 1983 persentasenya mencapai 40.8 persen. Pada
1993 meningkat menjadi 48.5 persen dan pada 2003 kembali meningkat
menjadi 56.5 persen. Dari 24.3 juta rumah tangga petani berbasis lahan,
terdapat 20.1 juta (82.7 persen) di antaranya dapat dikategorikan
miskin. Itu menunjukkan ketimpangan distribusi pemilikan tanah.
•Menurut Berita Resmi Statistik (September 2006), 63.41 persen
penduduk miskin ada di daerah pedesaan. Angka pengangguran telah
meningkat dari 9.86 persen pada tahun 2004 menjadi 10.28 persen pada
tahun 2006. Dari angka tersebut, pengangguran di pedesaan mencapai 5.4
persen—artinya dari keseluruhan pengangguran di Indonesia, lebih dari
setengahnya berada di wilayah pedesaan.
•Sebaliknya, di pulau Jawa misalnya terdapat 10 persen penduduk yang
pada awalnya memiliki 51,1 persen tanah (1995) meningkat menjadi 55,3
persen (1999). Demikian juga perusahaan-perusahaan perkebunan, Hutan
Tanaman Industri (HTI) dan perusahaan pertambangan yang menguasai lahan
dengan luas ratusan ribu hektar. Selain itu disektor perkebunan terdapat
lahan seluas 2.920.102 hektar yang dikontrol hanya oleh sembilan
perusahaan.
•
•
•Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan
pertumbuhan sekitar 1,5%/tahun, sehingga mendorong permintaan pangan
yang terus meningkat.
•Lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luasnya mencapai 7,7
juta ha, ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan pangan Indonesia
terutama beras, jagung, dan kedelai, sehingga perlu ditambah dengan
impor yang pada dekade terakhir jumlahnya meningkat.
•Produksi dan kebutuhan beras pada tahun 2010 diperkirakan 32,65 juta
ton dan 36,77 juta ton beras, sehingga terjadi defisit sekitar 4,12
juta ton beras. Demikian pula untuk tahun 2015 dan 2020 diprediksi
terjadi kekurangan beras sebanyak 5,8 juta ton pada tahun 2015 dan
meningkat menjadi 7,49 juta ton beras pada tahun 2020. Untuk
menghasilkan padi sebanyak itu diperlukan luas panen sekitar
13.500-15.000 ha lahan sawah
•Konversi lahan sawah terutama di Jawa tidak terkendali, sehingga
mengancam stabilitas ketahanan pangan nasional. Dalam periode 1981-1999
konversi lahan sawah nasional mencapai 1.628 ribu ha dimana sekitar
61,6% terjadi di Jawa. Sebagian besar lahan sawah yang terkonversi
tersebut pada mulanya beririgasi teknis atau setengah teknis dengan
produktivitas tinggi.
•Bahkan jika dilihat pada periode 1999-2002 menunjukkan peningkatan
konversi lahan sawah rata-rata sekitar 187.720 ha/tahun. Potensi
ketersediaan lahan untuk perluasan sawah di seluruh Indonesia adalah
seluas 8,28 juta ha, terdiri atas potensi sawah rawa 2,98 juta ha dan
sawah non rawa 5,30 juta ha.
•Potensi pengembangan sawah terluas terdapat di Papua, Kalimantan,
dan Sumatera, masing-masing dengan luas 5,19 juta ha, 1,39 juta ha, dan
0,96 juta ha. Di Sulawesi hanya mencakup sekitar 0,42 juta ha, Maluku
dan Maluku Utara 0,24 juta ha, Nusa Tenggara dan Bali 0,05 juta ha, dan
Jawa hanya 0,014 juta ha.
•Strategi perluasan sawah dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan
potensial sawah di daerah irigasi, optimalisasi lahan-lahan sawah
terlantar terutama di daerah rawa pasang surut dan lebak, dan perluasan
sawah secara kawasan di daerah yang potensinya cukup luas seperti di
Papua dan Kalimantan.
•DAMPAK TIDAK TERPENUHINYA KEDAULATAN PANGAN DI INDONESIA
•Balita Kurang Gizi 4,1 juta
•Balita Gizi buruk di Indonesia 700 ribu
•Kemampuan pemerintah untuk menangani balita gizi buruk 39.000 balita / tahun
•STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN BELAJAR DARI PENGALAMAN
NEGARA LAIN
Setidaknya ada tiga pilar yang perlu dibangun guna mendukung
sektor pertanian memiliki dampak yang positif terhadap kaum miskin
sebagaimana yang diungkapkan oleh Prowse dan Chimhowu (2007) dalam
studinya yang bertajuk “Making Agriculture Work for The Poor” yakni :
•Pertama pentingnya pembangunan infrastruktur yang mendukung
perekonomian masyarakat. Infrastruktur merupakan faktor kunci dalam
mendukung program pengentasan kemiskinan yang dalam hal ini petani di
pedesaan. Di Vietnam, pesatnya penurunan angka kemiskinan tak lepas dari
tingginya investasi untuk pembangunan irigasi dan jalan yang mencapai
60 persen dari total anggaran sektor pertanian mereka pada akhir dekade
1990-an. Hal yang sama juga dilakukan di India yang membangun
infrastruktur pedesaan. Bahkan di Ethiopia yang pernah mengalami krisis
pangan dan kelaparan pada pertengahan dekade 1980-an, perbaikan jalan di
pedesaan dan peningkatan akses pasar bagi para petaninya mampu
mengangkat tingkat kesejahteraan para petaninya.
•
•Kedua, perluasan akses pendidikan.
Pendidikan memainkan peranan yang penting dalam mengentaskan
kemiskinan di pedesaan melalui tiga saluran yakni dimana tingkat
pendidikan berkaitan erat dengan peningkatan produktivitas di sektor
pertanian itu sendiri. Kemudian, pendidikan juga berhubungan dengan
semakin luasnya pilihan bagi petani untuk bisa bergerak di bidang usaha
di samping sektor pertanian itu sendiri yang pada gilirannya juga akan
dapat meningkatkan investasi di sektor pertanian. Terakhir, pendidikan
juga berkontribusi terhadap migrasi pedesaan – perkotaan. Namun demikian
di India, Uganda, dan Ethipia migrasi terjadi antar desa. Buruh tani
yang berpendidikan di Bolivia dan Uganda lebih memiliki posisi tawar
yang tinggi dalam hal upah yang lebih baik (Mosley, 2004).
•
•Ketiga, penyediaan informasi baik melalui kearifan lokal setempat maupun fasilitasi dari pemerintah.
(Umumnya petani miskin memiliki kualitas modal sosial yang rendah
yang berakibat terhadap minimnya akses terhadap informasi seperti
informasi kesempatan kerja, informasi pasar mengenai input dan output
pertanian, dan informasi mengenai teknik – teknik pertanian terbaru.
Kurangnya informasi ini merupakan salah satu faktor utama yang
menyebabkan mengapa petani kita tetap miskin)
•REKOMENDASI
•NEGARA PERLU MERUMUSKAN POLITIK & KEBIJAKAN PERTANIAN YANG JELAS.
•MEMINIMALISIR & MENGHENTIKAN PRAKTEK KONVERSI LAHAN PERTANIAN PRODUKTIF & DILAKUKAN REFORMA AGRARIA.
•MENINGKATKAN LUAS LAHAN PERTANIAN OLEH PETANI.
•MENGOPTIMALKAN LAHAN TIDUR YANG DIKUASAI OLEH NEGARA UNTUK KEGIATAN PERTANIAN PRODUKTIF.
•MENINGKATKAN NILAI TUKAR PETANI
•MEMBANGUN AGRO-INDUSTRI BERBASIS MASYARAKAT DITINGKAT PERDESAAN
•MEMBUAT REGULASI MENGENAI UPAH BURUH TANI
•PENINGKATAN TEKONOLOGI PERTANIAN TEPAT GUNA
AMAN NURRAHMAN KAHFI
(MHS TEKNIK PERTANIAN UGM)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
1 komentar:
Mantabs, luar biasa... i love you
baru tahu aku ini
Posting Komentar